Tampilkan postingan dengan label sejarah indonesia. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label sejarah indonesia. Tampilkan semua postingan

[makalah] Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia


        Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

makalah ini lengkap, dan dibutuhkan terutama untuk tugas kuliah mata pelajaran PKN, bagi mahasiswa yang membutuhkan materi ini silahkan download makalah nya dibawah ini, gratis dan tidak ribet. oke gak usah basa-basi silahkan .....


CIVIC EDUCATION



BAB V
  1. Apa sesungguhnya makna demokrasi bagi indonesia yang majemuk?
Jawab: adalah sistem politik modern yang paling baik dari sekian banyak sistem maupun ideologi yang ada dewasa ini, waalupun di indonesia sendiri masih banyak yang masih kontra dengan pendapat ini.

  1. Apa yang harus anda lakukan untuk menjadikan Demokrasi sebagai pandangan dan komitmen bersama semua warga negara indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?
Jawab : meletakkan rakyat sebagai komponen penting dalam proses dan praktek-praktek berdemokrasi, karenarakyat memiliki hak dan kewajiban untuk melibatkan diri  dan tidak melibatkan diri dalam semua urusan  sosial dan politik, dan lain-lain.

  1. Apakah saudara menjumpai faktor-faktor pendukung demokrasi di lingkungan (sekolah, kampus, pemda, dan negara) tempat saudara tinggal? Jika ya sebutkan dan diskusikan, jika tidak sebagai warga negara yang baik apa yang harus saudara lakukan?

PANCASILA SEBAGAI SUMBER DARI SEGALA HUKUM


Sumber hukum ialah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan,baik berupa sumber hukum tertulis maupun tidak tertulis.

Sejarah Pancasila sebagai dasar negara secara yuridis (hukum) tercantum dalam Memorandum DPR-GR 9 Juni 1966 menjelaskan Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa yang telah dimurnikan dan dipadatkan oleh PPKI atas nama bangsa Indonesia menjadi dasar negara Republik Indonesia.Memorandum DPR-GR disyahkan pula oleh MPRS melalui Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 ( jo Ketetapan MPR No. V/MPR/1973 dan Ketetapan No. IX/MPR/1978 ).Dijelaskan bahwa pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum Indonesia yang hakikatnya adalah sebuah pandangan hidup.

Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum juga diatur dalam pasal 2 UU No.10 tahun 2004 tentang pembentukan perundang-undangan yang menyatakan “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara”.

Dilihat dari materinya,Pancasila digali dari pandangan hidup bangsa Indonesia yang merupakan jiwa dan kepribadian bangsaIndonsia sendiri.Dasar Pancasila terbuat dari materi atau bahan dalam negeri yang merupakan asli murni dan menjadi kebanggaan bangsa.Dasar negara Republik Indonesia tidak diimpor dari luar,meskipun mungkin sajamendapat pengaruh dari luar.

Dalam ilmu pengetahuan hukum,pengertian sumber dari segala sumber hukum dapat diartikan sebagai sumber pengenal ( kenbron van het recht ) dan diartikan sebagai sumber asal,sumber nilai-nilai yang menjadi penyebab timbulnya aturan hukum ( welbron van recht ).Maka pengertian Pancasila sebagai sumber bukanlah dalam pengertian sumber hukum kenbron sumber tempat ditemukannya,tempat melihat dan mengetahui norma hukum positif,akan tetapi dalam arti welbron sebagai asal-usul nilai,sumber nilai yang menjadi sumber dari hukum positif.Jadi,Pancasila merupakan sumber nilai dan nilai-nilai yang terkandung didalamnya dibentuklah norma-norma hukum oleh negara.

Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.konsekuensinya seluruh pelaksanaan dan penyelenggaraan negara terutama segala perundang-undangantermasuk proses reformasi dalam segala bidang dewasa ini dijabarkan dan diderivasikan dari nilai-nilai pancasila.

Proklamasi kemerdekaan merupakan norma yang pertama sebagai penjelmaan pertama dari sumber dari segala sumber hukum yaitu pancasila yang merupakan jiwa dan pandangan hidup bangsa Indonesia.Pada tanggal 18 Agustus 1945 sumber dari segala sumber hukum negara Indonesia itu dijelmakan dalam pembukaan UUD 1945 dan pembukaan kecuali merupakan penjelmaan sumber dari segala sumber hukum sekaligus juga merupakan pokok kaidah negara yang fundamental seperti yang diuraikan oleh Notonegoro.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa proklamasi kemerdekaan merupakan penjelmaan pertama dari Pancasila sumber dari segala sumber hukum dan pembukaan merupakan UUD 1945 merupakan penjelmaan kedua dari Pancasila sumber dari segala sumber hukum yang memberi tujuan dasar dan perangkat untuk mencapai tujuan itu.

Karena pembukaan UUD 1945 merupakan staatsfundamentalforms,yang mengandung 4 pokok pikiran yang tidak lain adalah Pancasila itu sendiri,serta Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum,maka dapat disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945 merupakan filsafat hukum Indonesia.

Penjabaran tentang filsafat hukum Indonesia terdapat pada teori hukumnya.Sesuai dengan bunyi kalimat kunci dalam penjelasan UUD 1945 : Undang-Undang dasar menciptakan pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam pembukaan dan pasal-pasalnya.

Apabila UUD 1945 merupakan filsafat hukum Indonesia,maka batang tubuh berikut dengan penjelasan UUD 1945 adalah teoori hukumnya.Teori hukum tersebut meletakkan dasar-dasar falsafatihukum positif kita.

~~~
sumber : brainly
komentar anda akan sangat membantu untuk perkembangan blog agar lebih maju

Kisah Abadi Cinta Kartosoewirjo


Kisah Abadi Cinta Kartosoewirjo


Jika para kembang Desa memilih hidup berdiam diri atas kondisi yang ada, bersama suami, Dewi malah keluar-masuk hutan demi tegaknya Syariat Islam di bumi Nusantara. Dewi sudah menasbihkan diri untuk bertahan diliputi rasa takut semata-mata pengabdian besar seorang istri terhadap sang suami.

Lantas, apakah kunci yang membuat Dewi bisa mempertahankan cintanya kepada Kartosoewirjo meski hidup dan mati adalah dua kata yang dekat kepadanya? Yang mau hidup penuh kesederhanaan walau sang ayah terkenal sebagai ningrat di Jawa Barat? Adalah pendidikan agama, kunci kekuatan Dewi untuk tidak mengeluh dan tetap sabar meski hidup penuh kesederhanaan.

Malangbong tahun 1947


Beberapa foto tentang Kecamatan Malanbong tempo dulu ,Malangbong tahun 1947 :



rahasia  nama Indonesia

rahasia nama Indonesia

Sejarah nama Indonesia



Catatan masa lalu menyebut kepulauan di antara Indocina dan Australia dengan aneka nama.
Kronik-kronik bangsa Tionghoa menyebut kawasan ini sebagai Nan-hai ("Kepulauan Laut Selatan").
Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara ("Kepulauan Tanah Seberang"), nama yang diturunkan dari kata dalam bahasa Sanskerta dwipa (pulau) dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Walmiki menceritakan pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa ("Pulau Emas", diperkirakan Pulau Sumatera sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut wilayah kepulauan itu sebagai Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin untuk kemenyan, benzoe, berasal dari nama bahasa Arab, luban jawi ("kemenyan Jawa"), sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana yang dahulu hanya tumbuh di Sumatera. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering dipanggil "orang Jawa" oleh orang Arab, termasuk untuk orang Indonesia dari luar Jawa sekali pun. Dalam bahasa Arab juga dikenal nama-nama Samathrah (Sumatera), Sholibis (Pulau Sulawesi), dan Sundah (Sunda) yang disebut kulluh Jawi ("semuanya Jawa").
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari orang Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia. Jazirah Asia Selatan mereka sebut "Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang", sementara kepulauan ini memperoleh nama Kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, l'Archipel Indien) atau Hindia Timur (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales). Nama lain yang kelak juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay Archipelago, l'Archipel Malais).
Unit politik yang berada di bawah jajahan Belanda memiliki nama resmi Nederlandsch-Indie (Hindia-Belanda). Pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai istilah To-Indo (Hindia Timur) untuk menyebut wilayah taklukannya di kepulauan ini.
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli, pernah memakai nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan Indonesia, yaitu "Insulinde", yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (dalam bahasa Latin "insula" berarti pulau). Nama "Insulinde" ini selanjutnya kurang populer, walau pernah menjadi nama surat kabar dan organisasi pergerakan di awal abad ke-20.

Nama Indonesia

Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA, BI: "Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur")), yang dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations ("Pada Karakteristik Terkemuka dari Bangsa-bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia"). Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia ("nesos" dalam bahasa Yunani berarti "pulau"). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia dari Bahasa Inggris):
"... Penduduk Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi "Orang Indunesia" atau "Orang Malayunesia"".
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (sebutan Srilanka saat itu) dan Maldives (sebutan asing untuk Kepulauan Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis artikel The Ethnology of the Indian Archipelago ("Etnologi dari Kepulauan Hindia"). Pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah Indian Archipelago ("Kepulauan Hindia") terlalu panjang dan membingungkan. Logan kemudian memungut nama Indunesia yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik. Maka lahirlah istilah Indonesia. [1]
Dan itu membuktikan bahwa sebagian kalangan Eropa tetap meyakini bahwa penduduk di kepulauan ini adalah Indian, sebuah julukan yang dipertahankan karena sudah terlanjur akrab di Eropa.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan Logan (diterjemahkan ke Bahasa Indonesia):
"Mr Earl menyarankan istilah etnografi "Indunesian", tetapi menolaknya dan mendukung "Malayunesian". Saya lebih suka istilah geografis murni "Indonesia", yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia"
Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi. [1]
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian (1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel ("Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu") sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah "Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah "Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indië tahun 1918. Pada kenyataannya, Bastian mengambil istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 ia mendirikan sebuah biro pers dengan nama Indonesische Persbureau.
Nama Indonesisch (pelafalan Belanda untuk "Indonesia") juga diperkenalkan sebagai pengganti Indisch ("Hindia") oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander ("pribumi") diganti dengan Indonesiër ("orang Indonesia")..

Politik

Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Sebagai akibatnya, pemerintah Belanda mulai curiga dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu. [1]
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,
"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische staat) mustahil disebut "Hindia-Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air pada masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap orang Indonesia (Indonesiër) akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya."
Di Indonesia Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama tanah air, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28 Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia-Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Belanda agar nama Indonesië diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Permohonan ini ditolak. Sementara itu, Kamus Poerwadarminta yang diterbitkan pada tahun yang sama mencantumkan lema nusantara sebagai bahasa Kawi untuk "kapuloan (Indonesiah)".
Dengan pendudukan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama "Hindia-Belanda". Pada tanggal 17 Agustus 1945, menyusul deklarasi Proklamasi Kemerdekaan, lahirlah Republik Indonesia.