Disiplin ilmu biasanya dibuktikan juga dengan aspek keilmiahannya
dengan metode keilmuan yang dimilikinya. Metode sering diartikan sebagai
kata yang berasal dari bahasa Yunani, yaitu
methodos dalam
bahasa diartikan cara atau jalan. Dalam kaitan dengan kegiatan keilmuan,
maka metode mengandung arti cara kerja atau langkah kerja untuk
mengembangkan ilmu tersebut atau memahami objek yang menjadi sasaran
ilmu yang bersangkutan. Sehubungan dengan itu, maka setiap cabang ilmu
mengembangkan metodologinya (pengetahuan tentang cara kerja) yang
disesuaikan dengan objek studi ilmu-ilmu yang bersangkutan.
Dengan demikian metode ilmu dakwah adalah cara kerja yang ditempuh
ilmu dakwah dalam menggali, merumuskan dan mengembangkan teori-teori
dakwah atau cara kerja untuk memahami objek kajian ilmu dakwah. Hal ini
sejalan dengan tujuan ilmu dakwah, yaitu untuk menggali sebanyak mungkin
teori-teori yang berkaitan dengan aktivitas dakwah Islam. Untuk
menggalinya diperlukan langkah kerja yaitu metode ilmu dakwah, dengannya
akan dapat memahami hakikat dakwah dan mengembangkan ilmu dakwah
menjadi sebuah disiplin ilmu yang besar dan mapan.
[2]
Perkembangan kajian metode ilmu dakwah melahirkan dua versi besar,
yaitu menurut Amrullah Ahmad dan menurut Syukriadi Sambas. Secara garis
besar ruang lingkup metode ilmu dakwah menurut Amrullah Ahmad meliputi;
- pertama pendekatan analisa sistem dakwah,
- kedua metode historis,
- ketiga
reflektif,
- keempat metode dakwah partisipatif, dan
- kelima riset
kecendrungan gerakan dakwah[3].
Penjelasannya sebagai berikut;
pertama,
pendekatan analisa sistem dakwah,
dengan pendekatan ini masalah-masalah dakwah yang kompleks dapat
dirumuskan, proses dakwah dapat diketahui alurnya, hasil-hasil dakwah
dapat diukur dan dianalisa, umpan balik kegiatan dakwah dapat dinilai
dan fungsi dakwah terhadap sistem kemasyarakatan (lingkungan) dapat
diketahui dan dianalisa. Demikian juga dampak perubahan dari sistem
politik terhadap sistem dakwah dapat di-identifikasi secara jelas. Oleh
karena itu metode ini tepat sekali untuk pengembangan konsep dan teori
dakwah dalam rangka pengembangan keilmuan dakwah. Sedangkan secara
praktis metode ini sangat bermanfaat bagi perumusan kebijakan dan
program dakwah Islam.
Kedua,
metode historis digunakan untuk melihat dakwah dalam
perspektif waktu; kemarin (masa lampau), kini dan yang akan datang.
Caranya adalah dengan menggunakan pendekatan subjek dan teritorial.
Pendekatan subjek diterapkan dengan cara melihat semua unsur dalam
sistem dakwah dalam perspektif waktu dan dibarengi dengan penjelasan
tempat dimana kejadiannya. Dengan cara yang demikian fenomena dakwah
dapat dipotret secara konprehensif dan utuh.
Ketiga, metode reflektif, dalam hal ini bangunan logisnya; refleksi
pandangan dunia tauhid (sebagai paradigma) ke dalam prinsip
epistemologis, kemudian refleksi epistemologis ke dalam penyusunan
wawasan teoritik dan refleksi teoritik ke dalam proses pemahaman fakta
dakwah. Kegiatan reflektif ini sekaligus merupakan proses verifikasi
atas prinsip-prinsip serta serta konsep-konsep dasar dakwah. Hasil
kajian atas fakta dakwah yang dipandu dengan wawasan teoritik
degeneralisir dalam rangka mengabtraksikan temuan-temuan dalam fakta
dakwah dalam bentuk kerangka teoritik tentang dakwah sesuai dengan
spesifikasi dan lingkup objek yang dikaji. Hasilnya boleh jadi
memperkuat wawasan teori yang ada atau mervisi wawasan teori atau bahkan
menggugurkan teori yang ada.
Ke-empat, metode riset dakwah partisipatif. Objek kajian dakwah tidak
hanya memiliki sifat masa lalu, tapi juga –bahkan lebih banyak-
bersifat masa kini dan yang akan datang. Karena itu dakwah merupakan
fenomena aktual yang berinteraksi dengan aneka ragam sistem
kemasyarakatan, sains, dan teknologi. Setiap masalah dakwah tidak bisa
dikaji secara menyendiri dan dinetralisir kajiannya dengan aspek masalah
lainnya. Hal ini karena masalah dakwah bersifat multi dimensi dan
selalu bersentuhan dengan aneka realitas. Untuk keperluan pemahaman
sifat objek kajian yang demikian, maka sangat diperlukan pendekatan
empiris. Al- Qur’an ternyata berulangkali memerintahkan supaya manusia
meneliti secara empiris fenomena alam termasuk fenomena yang ada pada
diri manusia dan sejarah. Bahkan perintah pertama Allah SWT yang
disampaikan kepada nabi Muhammad SAW adalah supaya membaca (memahami)
ayat-ayat kauniyah. Sebab perintah iqro’ tidak menyebut obyeknya secara
khusus, dan nabi Muhammad SAW sendiri ketika itu tidak sedang menghadap
tulisan, disamping beliau adalah umi.
Pendekatan empiris yang digunakan dalam memahami fakta dakwah yang
relatif tepat adalah riset dakwah partisipatif (RDP). Karakteristik
metode ini adalah ;
- pertama, peneliti tidak mengambil jarak
dengan objek, karena itu peneliti berperilaku sebagai da’i yang
menempatkan mad’u bukan objek yang diteliti tetapi sebagai mitra dakwah
yang dimotivasi memahi kondisi diri dan lingkungan sosialnya kaitannya
dengan pengamalan Islam dan pemenuhan kebutuhan hidupnya.
- Kedua, mad’u yang sudah melibatkan diri mengorganisir dirinya dalam jama’ah dakwah yang merepresentasikan masyarakat lingkungannya.
- Ketiga,
ada kesepaktan bersama antara antara da’i (peneliti) dengan jama’ah
untuk secara bersama-sama hendak memahami masalah dakwah yang ada dan
dituangkan dalam desain penelitian bersama, merumuskan masalah yang
ditemukan, mendeteksi potensi kreatif dan alam yang ada, menyusun model
pemecahan masalah serta pengembangan potensi dalam perspektif dakwah
yang dituangkan dalam program dakwah dan bersepakat untuk melaksanakan
program dakwah yang disusun secara berjama’ah.
- Ke-empat, dalam pelaksanaan penelitian, analisa data sampai merumuskan temuan-temuan dilaksanakan secara bersama.
- Kelima, hasil penelitian yang kemudian dituangkan dalam program dan metode dakwah pada akhirnya dilaksanakan bersama.
- Ke-enam, batas-batas perubahan yang dikehendaki dari riset dakwah partisipatif iini diukur sesuai dengan potensi mad’u.
- Ketujuh,
riset sekaligus melaksanakan dakwah. Karena itu istilah metode
deskriptif, eksploratif, dan eksperimen sudah terangkum dalam riset
dakwah partisipatif dan merupakan bagian integral penelitian yang hanya
dapat dibedakan secara tentatif.
Ke-lima, riset kecendrungan gerakan dakwah. Dalam metode ini settelah
peneliti (da’i) melakukan generalisasi atas fakta dakwah masa lalu dan
saat sekarang serta melakukan kritik teori-teori dakwah yang ada, maka
peneliti dakwah menyusun analisis kecendrungan masalah, sistem, metode,
pola pengorganisasian dan pengelolaan dakwah yang terjadi masa lalu,
kini, dan kemungkinan masa yang akan datang. Dengan riset kecendrungan
ini kegiatan dakwah akan dapat tampil memandu perjalanan umat dalam
sejarah global dan selalu dapat memberikan tanda-tanda zaman yang akan
datang sehingga umat melakukan antisipasi yang lebih dini dan dapat
mendesain skenario perubahan. Metode ini sesuai dengan sifat masalah
pencapaian tujuan dakwah yang seolah tanpa tepi.
~~~
komentar anda akan sangat membantu untuk perkembangan blog agar lebih maju